Kitab Qashidah Burdah
Rincian Kitab :
Pengarang | : Imam Imam Al-Bushiri |
Penerbit | : Manba'ul Huda |
Cover | : Soft Cover |
Dimensi | : 10.5 x 14.8 cm |
Isi Kertas | : HVS Paper |
Jumlah Halaman | : 48 Hal |
Berat | : 50 Gram |
Deskripsi Produk
Shalawat Burdah merupakan karya sastra Arab yang populer di Mesir pada abad ke-13 Masehi. Secara etimologi burdah artinya jubah dari kulit atau bulu binatang yang sering dipakai oleh orang-orang Arab sebagai penghangat tubuh atau selimut. Burdah mempunyai nilai historis ketika nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan burdah (jubah) yang dipakainya kepada Ka’ab Ibn Zuhair (662 M).
Ka’ab Ibn Zuhair merupakan seorang penyair Arab, putra dari Zuhair bin Abi Sulma, seorang penyair besar Arab di masa sebelum Islam. Ka’ab Ibn Zuhair membuat syair yang berisi penghormatan dan pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat terkenal dan melegenda, yaitu Banat Su’ad. Atas dasar inilah tradisi memuji kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat lantunan syair-syair shalawat terus berkembang hingga saat ini.
Shalawat burdah juga merupakan kumpulan syair tentang pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai ungkapan rasa cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditulis oleh Imam Imam Al-Bushiri. Mengapa shalawat ini dinamakan Kasidah burdah? Al Bushiri merupakan penyair yang sangat produktif, banyak sekali sajak yang telah dibuat oleh beliau. Suatau hari beliau menderita kelumpuhan atau dikenal dengan penyakit angin merah.
Kemudian dalam keadaan sakit ini beliau menyusun syair qasidah burdah dan membacanya beberapa kali sambil berdoa dan bertawasul mengharap syafaat dengan qasidah yang dibuatnya, agar Allah subhanahu wa ta’ala menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Kemudian beliau bermimpi bertemu dengan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kemudian Rasulullah mengusapkan tangan kepada beliau dan memberikan burdah (jubah). Yakni burdah yang diberikan rasulullah kepada Ka’ab bin Zuhair. Kemudian Imam Al-Bushiri tersentak, lalu terbangun, melompat dari tempat tidurnya, dan bisa berjalan sehingga sakit yang dideritanya tidak terasa lagi.
Suatu hari Imam Al-Bushiri bertemu dengan seorang faqir (orang sufi), dia berkata: “Aku mengharapakan engkau memberiku kasidah yang isinya memuji nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam!, kemudian Imam Al-Bushiri menjawab: “kasidahku?, yang mana?”. Lalu seorang faqir itu berkata: “kasidah yang engkau tulis saat engkau sakit”, lalu seorang faqir tersebut menyebut awal kasidah burdah tersebut dan berkata: ”Demi Allah aku telah mendengarnya tadi malam, kasidah tersebut dihadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam utusan Allah subhanahu wa ta’ala”.
Kemudian beliau menulis kasidah burdah dengan judul “alkawakib al-durriyah fi madh khayr albariyyah” (bintang-bintang kemilau dalam memuji makhluk terbaik). kasidah tersebut berisi sanjungan dan ungkapan rasa cinta kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena berhubungan dengan burdah yang diberikan nabi, maka kasidah ini lebih dikenal dengan sebutan kasidah burdah Kasidah burdah terdiri dari 166 bait, yang setiap baitnya mengandung nilai sastra tinggi, nasihat, peringatan, dan renungan indah yang dapat menyentuh jiwa pembacanya.
Kasidah burdah ditulis pada saat Imam Al-Bushiri berusia kurang lebih 50 tahun, yaitu antara tahun 1260-1268 M. Penulisan Kasidah Burdah merupakan respon terhadap situasai politik, sosial, dan budaya yang terjadi pada masa itu. Pada saat itu terjadi pergolakan politik yang terus menerus, krisis moral, dan pejabat pemerintah yang rakus, mengejar kekuasaan, dan kemewahan.
Munculnya kasidah burdah ini, dimaksudkan agar umat Islam pada saat itu mencontoh kehidupan nabi terutama dalam mengendalikan hawa nafsu. Selain itu, kasidah burdah juga dianggap menghidupkan kembali penggubahan syair-syair pujian kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.